Dalam pergaulan hukum, ternyata bukan hanya manusia
satu-satunya subyek hukum (pendukung hak dan kewajiban), tetapi masih ada
subyek hukum lain yang sering disebut “Badan Hukum” (rechtspersoon). Sebagaimana halnya subyek hukum manusia, badan
hukum ini pun dapat mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban, serta dapat pula
mengadakan hubungan-hubungan hukum (rechtsbetrekking/
rechtsverhounding) baik antara badan
hukum yang satu dengan badan hukum lain maupun badan hukum dengan orang manusia
(natuurlijkpersoon). Karena badan
hukum dapat mengadakan perjanjian-perjanjian jual beli, tukar-menukar,
sewa-menyewa dan segala macam perbuatan di lapangan harta kekayaan.
Badan hukum adalah pendukung hak dan kewajiban yang
tidak berjiwa, sedangkan manusia adalah pendukung hak dan kewajiban yang
berjiwa. Oleh karena itu badan hukum tidak dapat dan tidak mungkin berkecimpung
di lapangan keluarga seperti mengadakan perkawinan, melahirkan anak dan lain
sebagainya. Adanya badan hukum adalah suatu realita yang timbul sebagai suatu
kebutuhan hukum dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Sebab manusia
selain mempunyai kepentingan individual (perseorangan), juga mempunyai
kepentingan bersama dan tujuan bersama yang harus diperjuangkan bersama pula.
Karena itu mereka berkumpul mempersatukan diri dengan membentuk suatu
organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili mereka. Mereka juga memasukkan harta kekayaan masing-masing
menjadi milik bersama, dan menetapkan peraturan-peraturan intern
yang hanya berlaku dikalangan mereka anggota organisasi itu. Dalam hal ini
semua orang yang tergabung dalam organisasi mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban sebagai anggota serta dapat bertindak hukum sendiri.
Peraturan tentang badan hukum dalam BW tidak diatur
secara lengkap dan sempurna, ketentuan tentang badan hukum hanya termuat pasal
1653 s/d 1665 BW dengan istilah “van
zedelijke lichmen” yang dipandang sebagai perjanjian karena itu lalu diatur
dalam Buku III tentang perikatan. Badan hukum kalau dilihat dari segi wujudnya
maka dapat dibedakan atas 2 macam :
1)
Korporasi (corporatie) adalah gabungan (kumpulan) orang-orang yang
dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai suatu subyek hukum
tersendiri. Karena itu korporasi ini merupakan badan hukum yang beranggota,
akan tetapi mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban sendiri yang terpisah
dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban para anggotanya. Misalya : PT (NV), perkumpulan asuransi, perkapalan, koperasi, Indonesische Maatschappij op aandelen
(IMA) dan sebagainya.
1)
Yayasan (stichting) adalah harta kekayaan yang ditersendirikan
untuk tujuan tertentu. Jadi pada yayasan tidak ada anggota, yang ada hanyalah
pengurusnya.
Badan Hukum dapat pula dibedakan atas 2 jenis yakni :
1)
Badan hukum publik
Berdasarkan terjadinya badan hukum publik didirikan oleh Pemerintah / Negara dan lapangan pekerjaannya untuk
kepentingan umum. Misalnya : Negara
RI , Daerah Tingkat I, Daerah
Tingkat II/ Kotamadya dan Bank-bank Negara.
2) Badan hukum privat
Berdasarkan terjadinya badan hukum privat oleh perseorangan, sedangkan
lapangan pekerjaannya untuk kepentingan perseorangan. Misalnya : Perseroan
Terbatas (PT), Koperasi, Perkapalan, Yayasan dan lain-lain.
Di Indonesia , syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum, himpunan/
perkumpulan/ badan itu harus mendapat izin dari Pemerintah cq. Departemen
Kehakiman (pasal 1 Stb. 1870 No. 64). Badan hukum adalah subyek hukum yang
tidak berjiwa seperti manusia, karena itu badan hukum tidak dapat melakukan
perbuatan-perbuatan hukum sendiri, melainkan harus diwakili oleh orang-orang
manusia biasa. Namun orang-orang ini bertindak bukan untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk atas nama badan hukum. Orang-orang yang bertindak untuk atas nama
badan hukum ini disebut “organ” (alat perlengkapan seperti pengurus, direksi
dan sebagainya) dari badan hukum yang merupakan unsur penting dari organisasi
badan hukum itu sendiri. Tindakan organ dari badan hukum ini ditentukan dalam
anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan maupun peraturan-peraturan
lainnya. Dengan demikian organ badan hukum tersebut tidak dapat berbuat
sewenang-wenang, tetapi dibatasi sedemikian oleh ketentuan-ketentuan intern
yang berlaku dalam badan hukum itu baik yang termuat dalam anggaran dasar
maupun peraturan-peraturan lainnya.
Tindakan organ badan hukum yang melampaui batas-batas
yang telah ditentukan, tidak menjadi tanggung jawab badan hukum, tetapi menjadi
tanggung jawab pribadi organ yang bertindak melampaui batas itu, terkecuali
tindakan itu menguntungkan badan hukum,
atau organ yang lebih tinggi kedudukannya kemudian menyetujui tindakan itu. Dan
persetujuan organ yang kedudukannya lebih tinggi ini harus masih dalam
batas-batas kompetensinya. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam
pasal 1656 BW.
Jadi jelas dalam hal organ bertindak diluar wewenangnya, maka badan hukum
tidak dapat mempertanggung jawabkan atas segala akibatnya, tetapi organlah yang
bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga yang dirugikan. Dengan
sendirinya badan hukum yang semula diwakili organ itu tidak terikat dan tidak
dapat dimintakan pertanggungjawabannya oleh pihak ketiga.
Lain halnya kalau organ itu bertindak masih berada
dalam batas-batas wewenang yang diberikan kepadanya, meskipun terjadi kesalahan
yang dapat dikatakan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), badan hukum tetap bertanggung jawab menurut
pasal 1365 BW. Demikian pendapat sebagian besar ahli-ahli hukum seperti Paul
Scholten.
0 komentar:
Posting Komentar