Hukum
adat menjadi masalah politik hukum pada saat pemerintah Hindia Belanda akan
memberlakukan hukum eropa atau huku yang berlaku di Belanda menjadi hukum
positif di Hindia Belanda (Indonesia )
melalui asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbulah masalah bagi pemerintah
colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda
serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu
dapat dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa
Indonesia
tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis
usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah
colonial yang ada di Indonesia
ini, maka secara ringkasnys undang-undang yang bertujuan menetapkan nasib
ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam system perundang-undangan di
Indonesia, adalah sebagai berikut :
1. Mr. Wichers,
Presiden Mahkamah Agung, ditugaskan untuk menyelidiki apakah hukum adat privat
itu tidak dapat diganti dengan hukum kodifikasi Barat. Rencana kodifikasi
Wichers gagal/
2. Sekitar tahun
1870, Van der Putte, Menteri Jajahan Belanda, mengusulkan penggunaan hukum
tanah Eropa bagi penduduk desa di Indonesia untuk kepentingan agraris pengusaha
Belanda. Usaha inipun gagal.
3. Pada tahun 1900,
Cremer, Menteri Jajahan, menghendaki diadakan kodifikasi local untuk sebagian
hukum adat dengan mendahulukan daerah
daerah yang penduduknya telah memeluk agama Kristen. Usaha ini
belum terlaksana.
4. Kabinet
Kuyper pada tahun 1904 mengusulkan suatu rencana undangundang untuk
menggantikan hukum adat dengan hukum Eropa. Pemerintah Belanda menghendaki
supaya seluruh penduduk asli tunduk pada unifikasi hukum secara Barat. Usaha
ini gagal, sebab Parlemen Belanda menerima suatu amandemen yakni amandemen Van
Idsinga.
5. Pada
tahun 1914 Pemerintah Belanda dengan tidak menghiraukan amandemen Idsinga,
mengumumkan rencana KUH Perdata bagi seluruh golongan penduduk di Indonesia.
Ditentang oleh Van Vollenhoven dan usaha ini gagal.
6. Pada
tahun 1923 Mr. Cowan, Direktur Departemen Justitie di Jakarta membuat rencana
baru KUH Perdata dalam tahun 1920, yang diumumkan Pemerintah Belanda sebagai
rencana unifikasi dalam tahun 1923. Usaha ini gagal karena kritikan Van Vollenhoven. Pengganti
Cowan, yaitu Mr Rutgers memberitahu bahwa meneruskan pelaksanaan kitab undangundang
kesatuan itu tidak mungkin.
Dan dalam tahun 1927
Pemerintahn Hindia Belanda mengubah haluannya, menolak penyatuan hukum
(unifikasi). Sejak tahu 1927 itu olitik Pemerintah Hindia Belanda terhadap
hukum adat mulai berganti haluan, yaitu dari “unifikasi” beralih ke
“kodifikasi”.
0 komentar:
Posting Komentar