Civil law system merupakan
sistem hukum yang berkembang di dataran Eropa. Kekhasan sistem civil law terletak
pada tekanannya dalam penggunaan aturan-aturan hukum yang sifatnya tertulis
dalam sistematika hukumnya. Awal perkembangannya di daratan Eropa Timur
sehingga dikenal sebagai sistem Eropa Kontinental. Sistem ini kemudian
disebarkan negara-negara Eropa Daratan kepada daerah-daerah jajahannya.
Civil law dikenal
juga sebagai Romano-Germanic Legal System atau sistem hukum
Romawi-Jerman. Hal ini karena sejarah kelahiran sistem civil law yang
sangat dipengaruhi sistem hukum Kerajaan Romawi dan Negara Jerman kala itu.
Sebagai sistem hukum yang mendapat pengaruh kerajan Romawi, Civil law merupakan
sistem hukum tertua sekaligus paling berpengaruh di dunia.
Berawal sekitar abad 450 SM,
Kerajaan Romawi membuat kumpulan peraturan tertulis pertama yang disebut
sebagai “Twelve Tables of Rome”. Sistem hukum Romawi ini menyebar ke
berbagai belahan dunia seiring meluasnya Kerajaan Romawi. Sepuluh abad
kemudian, atau pada akhir abad V M oleh kaisar Romawi Justinianus
kumpulan-kumpulan peraturan ini dikodifikasikan sebagai Corpus Juries
Civilize (hukum yang terkodifikasi), yang penulisannya selesai pada tahun
534 M. Ada empat hal yang dimuat dalam Corpus Juries Civilize, yaitu:
Caudex,
yakni aturan-aturan dan putusan-putusan yang dibuat oleh para kaisar sebelum
Justinianus,
Novellae,
yakni aturan-aturan hukum yang diundangkan pada masa kekaisaran Justinianus
sendiri,
Institutie, yakni
suatu buku ajar kecil yang dimaksudkan sebagai pengantar bagi mereka yang baru
belajar hukum,
Digesta, yakni
sekumpulan besar pendapat para yuris romawi ketika itu mengenai ribuan
proposisi hukum yang berkaitan dengan semua hukum yang mengatur warga Negara
Romawi.
Menurut sistem ini, hukum haruslah
dikodifikasi sebagai dasar berlakunya hukum dalam suatu negara. Ketika Eropa
memiliki pemerintahan sendiri, hukum Romawi digunakan sebagai dasar dari hukum
nasional masing-masing negara.
Penemuan Justinianus semakin
mendapat tempat pada masa pencerahan dan rasionalisme (abad XV-XVII M).
Pandangan-pandangan para filsuf masa itu, seperti Huge de Groot alias Grotius
(1583-1645) yang menekankan pendekatan rasional dalam struktur hukum dan
perlunya penyusunan materi hukum secara sistematis, atau Christoper Wolff
(1679-1754) yang berkebangsaan Jerman dengan usahanya membangun sebuah sistem
hukum yang menyeluruh dan rasional berdasarkan metode ilmiah, menyadarkan dan
memunculkan semangat kodifikasi di berbagai negara Eropa.
Luasnya kekuasaan Romawi hingga ke
Eropa Timur yang berpusat di Konstantinopel, menjadikan pengaruh sistem hukum
romawi tidak terkikis kendati Kerajaan Romawi telah runtuh, bahkan menjadi
sumber kodifikasi hukum Eropa Kontinental. Semangat rasionalisme yang
menyebabkan revolusi Perancis, membawa negara tersebut sejak 21 Maret 1804
menjadi peletak tata hukum baru melalui diterbitkannya Code Civil yang
merupakan bagian dari Codex Napoleon, yakni kaidah-kaidah hukum Napoleon
Bonaparte yang terkodifikasi dalam 3 buku; code penal, code civil, dan code
de commerce. Setengah abad kemudian di Jerman juga terbentuk code civil pada
tahun 1896.
Dalam sistem Hukum Eropa
Kontinental, kodifikasi hukum merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
terwujudnya kepastian hukum. Sebagai bekas wilayah jajahan Perancis, oleh
Belanda code civil Perancis diadopsi menjadi KUHPerdata pada tahun 1838.
Begitupun Code de Commerce Perancis dijadikan sebagai KUHDagang Belanda.
Berdasarkan asas konkordansi keduanya dijadikan sebagai undang-undang keperdataan
dan perdagangan di negara-negara jajahan Belanda, termasuk di Indonesia sejak
tahun 1848 dan berlaku hingga sekarang.
Prinsip utama yang menjadi dasar
sistem hukum Eropa Kontinental adalah, bahwa hukum memperoleh kekuatan mengikat
karena diwujudkan. Model sistem seperti ini dipelopori oleh diantaranya
Immanuel Kant dan Frederich Julius Stahl. Menurut Stahl konsep
sistem hukum ditandai oleh empat unsur pokok:
- Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia,
- Adanya pembagian kekuasaan dalam negara yang didasarkan pada teori trias politika,
- Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan undang-undang (wetmatig bestuur), dan
- Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.
Prinsip hukum melalui keempat unsur
tersebut diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang tersusun
sistematis di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu. Tidak ada hukum selain
undang-undang, yang tujuannya untuk menciptakan kepastian hukum itu sendiri.
Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan jika pergaulan atau hubungan dalam
masyarakat diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Dalam sistem Eropa Kontinental hakim
tidak memiliki keleluasaan untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat masyarakat, dan hanya boleh menafsirkan peraturan-peraturan yang telah
ada berdasarkan wewenang yang melekat. Putusan hakim dalam suatu perkara
hanyalah mengikat pihak yang berperkara saja (Doktrins Res Ajudicata).
Mengingat sifatnya yang berorientasi
pada unsur kedaulatan (sovereignty), termasuk dalam menetapkan hukum,
maka yang menjadi sumber hukum dalam sistem Eropa Kontinental, meliputi:
1. Peraturan perundang-undangan, sebagai sumber hukum formal utama
yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif (Statutes), dan terbagi
menjadi:
a. Peraturan (regel), yakni keputusan pemerintah yang isinya
berlaku dan mengikat secara umum, bukan hanya ditujukan pada orang-orang
tertentu.
b. Penetapan atau ketetapan (beschikking), yakni keputusan
pemerintah yang hanya berlaku bagi orang atau peruntukan tertentu saja.
c. Vonis, yakni keputusan badan peradilan (hakim) yang menetapkan
hukum atas kasus konkret tertentu sebagai penyelesaian.
2. Kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh
masyarakat selama tidak bertentangan dengan undang-undang. Kebiasaan atau
tradisi merupakan sumber hukum tertua, yang digali sebagian dari hukum di luar
Undang-Undang.
Kebiasaan adalah pengulangan
perilaku yang sama di dalam masyarakat setiap kali terjadi situasi
kemasyarakatan yang sama. Kebiasaan menjadi suatu hukum apabila kebiasaan itu
diyakini oleh masyarakat sebagai suatu kewajiban hukum karena dirasakan sesuai dengan
tuntutan keadilan. Di samping itu, suatu kebiasaan juga dapat menjadi hukum
kebiasaan karena dikonstatir oleh hakim dalam putusannya.
Persyaratan untuk dapat menjadi
hukum kebiasaan, adalah:
a. Syarat materiil berupa adanya kebiasaan atau tingkah laku yang
tetap atau diulang, yaitu harus dapat ditunjukkan adanya suatu rangkaian
perbuatan yang sama dan berlangsung selama jangka waktu yang lama.
b. Syarat intelektual, yaitu kebiasaan itu harus menimbulkan keyakinan
umum (necessitatis) bahwa suatu perbuatan merupakan kewajiban hukum.
Keyakinan ini harus didukung bukan hanya dengan keberlangsungan terus menerus,
juga adanya keyakinan bahwa memang seharusnya demikian.
c. Adanya akibat hukum apabila hukum kebiasaan itu di langgar.
3. Traktat, yaitu perjanjian antarnegara.
Traktat dibedakan antara perjanjian
antarnegara yang sifatnya penting (treaty) dan perjanjian antarnegara
yang bersifat biasa atau tidak begitu penting (agreement). Berdasarkan
jenisnya traktat dibedakan pula antara perjanjian bilateral (dilakukan hanya
oleh dua negara) dan perjanjian multilateral (dilakukan oleh lebih dari dua
negara). Perjanjian multilateral ada yang bersifat terbuka, yakni setelah
traktat itu berlaku masih terbuka kemungkinan negara-negara lain yang tidak
turut serta dalam pembentukannya untuk menjadi peserta dari traktat tersebut,
dan ada yang bersifat tertutup, yakni negara lain yang tidak terlibat dalam
pembentukannya tidak dapat menjadi peserta pada traktat termaksud.
Traktat hanya dapat diselenggarakan
oleh subjek-subjek hukum pada Hukum Internasional, yaitu; negara yang
berdaulat, badan-badan internasional, dan tahta suci Vatikan (Sri Paus).
4. Yurisprudensi, dalam konteks
sistem civil law merupakan putusan hakim di semua tingkatan badan
peradilan, yang kemudian dijadikan dasar untuk menyelesaikan kasus-kasus serupa
di kemudian hari. Dalam sistem kontinental, hakim tidak terikat pada putusan
pengadilan yang pernah dijatuhkan mengenai perkara yang serupa. Untuk
merealisasi asas kesamaan putusan dalam sistem kontinental, maka hakim diikat
oleh undang-undang. Di sini Hakim berpikir secara deduktif, dari undang-undang
yang sifatnya umum ke peristiwa khusus.
Perbedaan yurisprudensi dengan
undang-undang adalah putusan pengadilan berisi peraturan-peraturan yang
bersifat konkret karena mengikat orang-orang tertentu saja, sedangkan
undang-undang berisi peraturan-peraturan yang bersifat abstrak karena mengikat
setiap orang.
Menurut sumber-sumber hukum yang
digunakan tersebut, maka sistem hukum Eropa Kontinental terbagi ke dalam dua
golongan hukum, yaitu:
a. Hukum yang mengatur kesejahteraan
masyarakat dan kepentingan umum,
disebut hukum publik, dan
b. Hukum yang mengatur hubungan
perdata artinya yang mengatur hubungan orang, disebut hukum privat.
Hukum publik mencakup
peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang penguasa negara,
serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara. Termasuk di dalamnya
adalah hukum tatanegara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan lainnya.
Pada sisi lain hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur
tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan individunya.
Termasuk hukum privat adalah hukum sipil (perdata) dan hukum dagang.
Namun demikian, perkembangan
peradaban manusia saat sekarang menyebabkan batas-batas antara hukum publik dan
hukum privat semakin sulit ditemukan, disebabkan:
a. banyaknya bidang-bidang kehidupan
masyarakat menuntut intensifitas sosialisasi makna kepentingan umum di dalam
hukum sebagai urusan yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya, dalam hukum
perburuhan dan hukum agraria;
b. tingginya persoalan individu di
dalam masyarakat yang semakin kompleks, mendorong keterlibatan negara semakin
jauh ke dalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya menyangkut hubungan
perorangan. Misalnya, bidang perdagangan, bidang perjanjian, dan perlindungan
hak-hak asasi manusia seperti tercermin dalam undang-undang perkawinan, KDRT dan
perlindungan anak.
Di samping pembagian dalam dua
golongan hukum, sistem civil law yang berjiwa sistematika hukum
Romawi-Jerman cenderung memiliki kesamaan ciri dalam strukturnya, meliputi:
a. terbaginya hukum menjadi
bidang-bidang hukum tertentu, seperti: Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha
Negara, Hukum Agraria, Hukum Perdata Internasional, dan sebagainya;
b. adanya penyatuan atau unifikasi
dalam hukum menjadi satu hukum negara yang diberlakukan untuk seluruh penduduk
berdasarkan teritorial negara bersangkutan, dengan tidak membedakan golongan,
tidak diskriminatif atau memandang setiap orang berkedudukan sama dimuka hukum;
c. hukum-hukum tertulis yang ada
disatukan dalam klasifikasi-klasifikasi sebagai sebuah kodifikasi hukum.
Kansil memberikan pengertian
kodifikasi sebagai pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab
undang-undang secara sistematis dan lengkap. Tujuan kodifikasi adalah untuk
memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum dan kesatuan hukum. Beberapa
contoh kodifikasi hukum adalah:
1) Kodifikasi hukum di Eropa adalah Corpus
Juries Civilize (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar
Justinianus dari Kerajaan Romawi Timur dalam tahun 527-565 dan dan Code
Civil (mengenai Hukum Perdata) yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di
Perancis pada tahun 1604, juga
2) Kodifikasi hukum di Indonesia
adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (1 Mei 1848), Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (1 Mei 1848) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (1 Januari
1918).
Beberapa negara di dunia yang
sistematika hukumnya banyak dipengaruhi civil law system, yaitu:
Albania, Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Brasil, Chili, Republik Ceko,
Denmark, Republik Dominika, Ekuador, Estonia, Finlandia, Guatemala, Haiti,
Hongaria, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kolombia, Kroasia, Latvia,
Lituania, Luxemburg, Makau, Malta (namun hukum publiknya juga mendapat pengaruh
common law system), Meksiko, Norwegia, Panama, Perancis, Peru, Polandia,
Portugal, Rusia, Slovakia, Spanyol, Swedia, Swiss, Thailand, Taiwan, Vietnam,
dan Yunani.
0 komentar:
Posting Komentar